2 Mei 2011

Windows Live Writer, Menulis Blog tanpa Koneksi Internet


Akhirnya, setelah vakum menulis selama kurang lebih 2 bulan, inilah tulisan pertama saya. Tapi ada yang beda dengan tulisan ini. Apakah itu??. Saya menulis artikel ini menggunakan Windows Live Writer. Sebuah sofware keluaran Microsoft yang memungkinkan kita untuk menulis artikel blog tanpa hrus tersambung dengan internet. Mungkin akan sangat berguna bagi kita, termasuk saya, yang tidak bisa menikmati layanan internet setiap waktu.
Bagaimana cara kerja Windows Live Writer ini?. Sangat sederhana. Bahkan bisa dikatakan hampir mirip dengan Microsoft Windows. Hanya saja dalam Windows Live Writer opsi untuk menyisipkan berbagai file, mulai dari hyperlink, gambar, album foto, tabel, peta, tag, dan video serta opsi untuk membahkan sebuah plug in. Lantas, bagaimana cara Windows Live Writer bisa connect dengan blog kita? Pada awal penginstallan, kita diminta untuk mengisikan data lengkap tentang blog kita. Termasuk alamat URL untuk blog kita. Setelah semua form lengkap diisi, kita bisa langsung menikmati menulis di Windows Live Writer untuk kemudian diterbitkan ketika kita online. Oh ya, untuk penerbitan artikelnya sendiri, disediakan opsi untuk menentukan kapan artikel kita diterbitkan. Sedangkan untuk pelabelan artikel tidak perlu khawatir. Karena Windows Live Writer juga bisa membaca label apa saja yang ada di blog anda.
Nah, bagaimana? Sangat membantu bukan. Apalagi bagi blogger yang koneksi internetnya terbatas seperti saya, yang hanya mengandalkan modem dial up.
18 Feb 2011

24

Hari ini, 18 Februari 2011. Tepat 24 tahun yang lalu, untuk pertama kalinya aku membuka mata. Untuk pertama kalinya juga aku menghirup udara. Karena di hari itulah aku dilahirkan ke dunia. 24 tahun bukanlah waktu yang singkat. Berliku-liku jalan sudah saya lewati. Banyak hal yang terjadi dalam rentang waktu 24 tahun, fase dimana bagi semua orang, adalah fase untuk mencari kedewasaan. Kedewasaan yang oleh sebagian orang sering dibandingkan lurus dengan usia. Hal yang sebenarnya masih perlu diragukan. Banyak orang yang bertingkah kekanak-kanakan dikala usia mereka sudah diklaim dewasa, demikian juga sebaliknya. Yah, kedewasaan bukan diukur dari banyaknya usia tapi dari kedewasaan pikiran. Tetapi, lazimnya seseorang yang sudah berusia banyak akan diikuti oleh dewasanya pemikiran mereka, karena mereka telah melalui proses pendewasaan yang cukup panjang. Lalu, apakah usia 24 sudah bisa dikatakan dewasa? Bisa iya bisa juga tidak. Karena seperti yang sudah dibicarakan diatas, ukuran kedewasaan bukan dari usia tapi dari pemikiran. Kemudian muncul lagi sebuah pertanyaan, apa yang telah saya dapatkan dalam kurun 24 tahun ini? Jawabannya, banyak. Tapi menunjang proses pendewasaan atau tidak? tunggu dulu. Menilai diri sendiri memang sangat sulit, bahkan sesuatu hal yang sangat tidak mungkin. Jika kemudian muncul sebuah penilaian dari diri sendiri, bisa dipastikan penilaian itu akan bersifat subjektif. Tetapi untuk menilai pengalaman hidup yang menunjang proses pendewasaan adalah hal yang mudah untuk dilakukan bahkan secara tidak sengaja pun bisa. Bagaimana caranya? Tengok ke belakang. Jika saya menengok ke belakang, sudah banyak kejadian yang saya alami. Mulai dari pengalaman menjalin persahabatan, pertemanan, pertemuan, perpisahan, sesuatu yang menguras adrenalin dan tentu saja percintaan. Berbicara soal percintaan, bukan hal yang mudah untuk memahaminya. Sampai sekarang pun saya kesulitan untuk memahaminya meskipun sudah banyak sekali pengalaman yang saya dapatkan dari situ. Kegagalan masih kerap melanda. Tetapi itu sebenarnya bukanlah hal yang menyakitkan. Justru dari situlah proses pendewasaan kita muncul. Saya berpegang pada sebuah pepatah yang kemudian saya jadikan prinsip dalam hidup saya. Bukan hanya prinsip dalam percintaan tetapi juga dalam segala hal.
"Tidak penting berapa kali saya terjatuh, yang lebih penting adalah seberapa sering saya bangkit untuk melanjutkan kehidupan seperti sedia kala"
Bangkit dari jatuh, mungkin suatu hal yang sangat sulit sekali untuk dilakukan. Tapi dari situlah saya mendapatkan sebuah nilai dari proses pendewasaan. Sering kita mendengar banyak orang yang mengakhiri hidup mereka karena sebuah kegagalan. Entah kegagalan dalam pekerjaan, pendidikan atau percintaan. Saya pun tidak habis pikir, apa yang ada dalam pikiran mereka sehingga mereka lebih memilih mengakhiri semuanya ketimbang memulainya kembali dari awal. Yah mungkin hanya mereka dan Tuhan yang tahu.Tapi itu jelas sangat bertentangan dengan prinsip hidup saya.
Saya mempunyai sebuah analog tentang sebuah kehidupan. Saya menganalogkan sseorang pembalap. Sirkuit balap mungkin sama dengan jalan hidup kita. Adakalanya kita berjalan lurus. Adakalanya juga kita harus mengerem mendadak, berbelok ke kiri ke kanan dst. Seorang pembalap pasti mempunyai teknik dalam melibas tikungan yang disebut Racing Lane. Sebuah garis imajiner yang menggambarkan teknik seorang pembalap dalam melewati tikungan. Racing lane bukanlah sebuah garis yang sengaja dibuat untuk memandu seorang pembalap melainkan sebuah garis yang muncul dari intuisi pembalap tersebut. Racing lane diambil seorang pembalap untuk menjaga akselerasi mereka agar tidak terlalu lama dalam melewati tikungan. Inilah yang kemudian saya analogikan dalam kehidupan. Dalam melewati sebuah kehidupan yang berliku, kita pun harus mempunyai Racing lane yang menggambarkan teknik kita dalam melibas masalah dalam hidup kita. Kita harus selalu menjaga akselerasi kita dalam melewati rintangan agar kita tidak terlalu berlarut-larut dalam meratapi kegagalan. Layaknya seorang pembalap yang mengambil racing lane untuk berakselerasi setelah keluar dari tikungan, kita pun harus berakselerasi secepatnya untuk keluar dari masalah. Dalam hidup, kita sebut saja Life Lane. Sebuah teknik untuk menjaga akselerasi kita dalam melewati lika-liku kehidupan.
Itulah sekelumit kisah tentang saya dan kehidupan saya selama 24 tahun di dunia ini. Semoga kita, atau setidaknya saya, bisa mengambil pelajaran dari tulisan di atas.
Sebagai penutup, saya mengucapkan pada diri saya sendiri, Selamat Ulang Tahun yang ke 24. Semoga di usia yang semakin bertambah ini tingkat kedewasaan saya juga semakin bertambah. Amin..



11 Feb 2011

10 Ways to Make Your Vista Run Faster

1. Turn off Windows Search Indexing
Windows Vista search indexing is constantly reviewing files on your system to make their contents available for quick searching. This is handy, but can severely impact system performance.
To disable constant indexing:

* Click Start then Computer
* Right Click the C: Drive
* On General Tab, Uncheck Index this drive for faster searching
* On the subsequent dialog box, Select Include subfolders and files


2. Turn off Remote Differential Compression
Remote Differential Compression measures the changes in files over a network to transfer them with minimal bandwidth rather than transferring an entire file that has previously been moved. By constantly checking for file changes, this service can hinder system performance.
To disable this service:

* Open Control Panel
* Switch to Classic View
* Select Program Features
* Choose Turn Windows features on and off
* Scroll down and uncheck Remote Differential Compression


3. Turn off Automatic Windows Defender Operation
Windows Defender real-time protection against malware continues to run despite having Automatic operation disabled.
To disable this feature:

* Open Control Panel
* Select Windows Defender
* Choose Tools from the top menu
* Select Options
* Uncheck Auto Start at the bottom of the window


4. Turn off Automatic Disk Defragmentation
Windows Vista and its always-on defragment feature isn’t really that necessary and can cause system slow down. Just remember to run a defrag manually every week or so.
To disable this:

* Click Start then Computer
* Right Click the C: Drive
* Click on Properties
* Select the Tools Tab
* Click on Defragment Now
* Uncheck Run on a schedule


5. Add a 2GB or higher USB Flash drive to take advantage of Windows Ready Boost (Additional Memory Cache)
Ready Boost is Microsoft’s name for using a USB thumb/flash drive to provide some quick access memory the operating system can use as extra RAM. The Ready Boost system can significantly improve system performance.
To set this up:

* Insert a USB Flash Drive
* Click Start then Computer
* Right Click the USB Drive in My Computer
* Select the Ready Boost Tab
* Choose Use this device
* Select as much space as you can free up for RAM usage vs. Storage


6. Turn off Windows Hibernation
Windows hibernation background services can use a large amount of system resources. If you don’t use the Hibernate feature on a regular basis you may want to disable it to give Vista a performance boost.
To disable Hibernation:

* Select the Control Panel then Power Options
* Click Change Plan Settings
* Click on Change Advanced Power Settings
* Expand the Sleep selection
* Expand the Hibernate After selection
* Crank the selector down to zero
* Click Apply


7. Turn off System Restore
Analysis and restore point creation by Windows Vista can eat a fair amount of system resources. Disabling this service will obviously mean the system restore feature in Vista will not be available in the event of a system crash. Change this at your own risk.
To disable this service:

* Control Panel > System
* Click System Protection on the left panel
* Uncheck the main system drive
* Agree to the confirmation


8. Disable User Access Control (UAC)
This much-loathed new Vista feature attempts to protect your system from malware infection by making you manually confirm a whole host of everyday user operations. While it doesn’t directly impact performance, it can be annoying and might be more hassle than good.
To disable User Access Control:

* Click Start then Control Panel
* Select User Accounts
* Select Turn User Account Control on or off
* Uncheck User Account Control Box
* Restart as recommended

9. Disable excess Windows Services that Auto-Launch at Startup
Just like Windows XP, Vista ships with all kinds of services enabled that load at startup and may never be used by most users.
To see what loads at startup and disable the ones you likely won’t be needing (they can always be started manually later):

* Click Start then Control Panel
* Select Administrative Tools
* Choose System Configuration
* Click the Services Tab
* You can safely deselect:
o Offline Files (unless you’re using Offline File Sync)
o Tablet PC Input Service (unless you have a tablet PC)
o Terminal Services
o Windows Search (If you have already disabled indexing)
o Fax (unless you’re using a fax modem)


10. Disable Excess Windows Features
Windows ships with other features that are listed separately in the Vista operating system from the startup services.
You can view and disable these features by:

* Clicking Start then Control Panel
* Select Program Features
* On the left panel, select Turn Windows Features on or off
* You can safely deselect:
o Indexing Service
o Remote Differential Compression
o Tablet PC Optional Components
o Windows DFS Replication Service
o Windows Fax & Scan (unless you use a modem for faxing)
o Windows Meeting Space (unless you use the Live Meeting Service)
10 Feb 2011

A.A. Navis "Sang Pencemooh"

Haji Ali Akbar Navis (lahir di Kampung Jawa, Padang, Sumatra Barat, 17 November 1924 – meninggal 22 Maret 2003 pada umur 78 tahun) adalah seorang sastrawan dan budayawan terkemuka di Indonesia yang lebih dikenal dengan nama A.A. Navis. Ia menjadikan menulis sebagai alat dalam kehidupannya. Karyanya yang terkenal adalah cerita pendek Robohnya Surau Kami. Navis 'Sang Pencemooh' adalah sosok yang ceplas-ceplos, apa adanya. Kritik-kritik sosialnya mengalir apa adanya untuk membangunkan kesadaran setiap pribadi, agar hidup lebih bermakna. Ia selalu mengatakan yang hitam itu hitam dan yang putih itu putih. Ia amat gelisah melihat negeri ini digerogoti para koruptor. Pada suatu kesempatan ia mengatakan kendati menulis adalah alat utamanya dalam kehidupan tapi jika dikasih memilih ia akan pilih jadi penguasa untuk menangkapi para koruptor. Walaupun ia tahu resikonya, mungkin dalam tiga bulan, ia justru akan duluan ditembak mati oleh para koruptor itu.

Kehidupan Pribadi
Dunia sastra Indonesia kehilangan salah seorang sastrawan besar. Navis telah lama mengidap komplikasi jantung, asma dan diabetes. Dua hari sebelum meninggal dunia, ia masih meminta puterinya untuk membalas surat kepada Kongres Budaya Padang bahwa dia tidak dbisa ikut Kongres di Bali. Serta minta dikirimkan surat balasan bersedia untuk mencetak cerpen terakhir kepada Balai Pustaka. Ia meninggalkan satu orang isteri, Aksari Yasin, yang dinikahi tahun 1957 dan tujuh orang anak yakni; Dini Akbari, Lusi Bebasari, Dedi Andika, Lenggogini, Gemala Ranti, Rinto Amanda, dan Rika Anggraini, serta 13 cucu. Ia dikebumikan di Taman Pemakaman Umum (TPU) Tunggul Hitam, Padang.
Sebelum dikebumikan, sejumlah tokoh, budayawan, seniman, pejabat, akademikus, dan masyarakat umum melayat ke rumah duka di Jalan Bengkuang Nomor 5, Padang. Di antaranya; Ketua Pengurus Pusat Muhammadiyah A Syafii Maarif, Gubernur Sumbar Zainal Bakar, mantan Menteri Agama Tarmizi Taher, dan mantan Gubernur Sumbar Hasan Basri Durin, serta penyair Rusli Marzuki Saria.
Nama pria Minang yang untuk terkenal tidak harus merantau secara fisik, ini menjulang dalam sastra Indonesia sejak cerpennya yang fenomenal, Robohnya Surau Kami, terpilih menjadi satu dari tiga cerpen terbaik majalah sastra Kisah, (1955). Sebuah cerpen yang dinilai sangat berani. Kisah yang menjungkirbalikkan logika awam tentang bagaimana seorang alim justru dimasukkan ke dalam neraka. Karena dengan kealimannya, orang itu melalaikan pekerjaan dunia sehingga tetap menjadi miskin.
Ia seorang seniman yang perspektif pemikirannya jauh ke depan. Karyanya Robohnya Surau Kami, juga mencerminkan perspektif pemikiran ini. Yang roboh itu bukan dalam pengertian fisik, tapi tata nilai. Hal yang terjadi saat ini di negeri ini. Ia memang sosok budayawan besar, kreatif, produktif, konsisten dan jujur pada dirinya sendiri.
Sepanjang hidupnya, ia telah melahirkan sejumlah karya monumental dalam lingkup kebudayaan dan kesenian. Ia bahkan telah menjadi guru bagi banyak sastrawan. Ia seorang sastrawan intelektual yang telah banyak menyampaikan pemikiran-pemikiran di pentas nasional dan internasional. Ia menulis berbagai hal. Walaupun karya sastralah yang paling banyak digelutinya. Karyanya sudah ratusan, mulai dari cerpen, novel, puisi, cerita anak-anak, sandiwara radio, esai mengenai masalah sosial budaya, hingga penulisan otobiografi dan biografi.

Buah karya
Ia yang mengaku mulai menulis sejak tahun 1950, namun hasil karyanya baru mendapat perhatian dari media cetak sekitar 1955, itu telah menghasilkan sebanyak 65 karya sastra dalam berbagai bentuk. Ia telah menulis 22 buku, ditambah lima antologi bersama sastrawan lainnya, dan delapan antologi luar negeri, serta 106 makalah yang ditulisnya untuk berbagai kegiatan akademis di dalam maupun di luar negeri dan dihimpun dalam buku Yang Berjalan Sepanjang Jalan. Novel terbarunya, Saraswati, diterbitkan oleh Gramedia Pustaka Utama pada 2002.
Beberapa karyanya yang amat terkenal adalah:
  • Surau Kami (1955)
  • Bianglala (1963)
  • Hujan Panas (1964)
  • Kemarau (1967)
  • Saraswati
  • Si Gadis dalam Sunyi (1970)
  • Dermaga dengan Empat Sekoci (1975)
  • Di Lintasan Mendung (1983)
  • Dialektika Minangkabau (editor, 1983)
  • Alam Terkembang Jadi Guru (1984)
  • Hujan Panas dan Kabut Musim (1990)
  • Cerita Rakyat Sumbar (1994)
  • Jodoh (1998)
Sebagai seorang penulis, ia tak pernah merasa tua. Pada usia gaek ia masih saja menulis. Buku terakhirnya, berjudul Jodoh, diterbitkan oleh Grasindo, Jakarta atas kerjasama Yayasan Adikarya Ikapi dan The Ford Foundation, sebagai kado ulang tahun pada saat usianya genap 75 tahun. Jodoh berisi sepuluh buah cerpen yang ditulisnya sendiri, yakni Jodoh (cerpen pemenang pertama sayembara Kincir Emas Radio Nederland Wereldemroep, 1975), Cerita 3 Malam, Kisah Seorang Hero, Cina Buta, Perebutan, Kawin (cerpen pemenang majalah Femina, 1979), Kisah Seorang Pengantin, Maria, Nora, dan Ibu. Ada yang ditulis tahun 1990-an, dan ada yang ditulis tahun 1950-an.
Padahal menulis bukanlah pekerjaan mudah, tapi memerlukan energi pemikiran serius dan santai. "Tidak semua gagasan dapat diimplementasikan dalam sebuah tulisan, dan bahkan kadang-kadang memerlukan waktu 20 tahun untuk melahirkan sebuah tulisan. Kendati demikian, ada juga tulisan yang dapat diselesaikan dalam waktu sehari saja. Namun, semua itu harus dilaksanakan dengan tekun tanpa harus putus asa. Saya merasa tidak pernah tua dalam menulis segala sesuatu termasuk cerpen," katanya dalam suatu diskusi di Jakarta.
Kiat menulis itu, menurutnya, adalah aktivitas menulis itu terus dilakukan, karena menulis itu sendiri harus dijadikan kebiasaan dan kebutuhan dalam kehidupan. Ia sendiri memang terus menulis, sepanjang hidup, sampai tua. Mengapa? "Soalnya, senjata saya hanya menulis," katanya. Baginya, menulis adalah salah satu alat dalam kehidupannya. "Menulis itu alat, bukan pula alat pokok untuk mencetuskan ideologi saya. Jadi waktu ada mood menulis novel, menulis novel. Ada mood menulis cerpen, ya menulis cerpen," katanya seperti dikutip Kompas, Minggu, 7 Desember 1997.
Dalam setiap tulisan, menurutnya, permasalahan yang dijadikan topik pembahasan harus diketengahkan dengan bahasa menarik dan pemilihan kata selektif, sehingga pembaca tertarik untuk membacanya. Selain itu, persoalan yang tidak kalah pentingnya bagi seorang penulis adalah bahwa penulis dan pembaca memiliki pengetahuan yang tidak berbeda. Jadi pembaca atau calon pembaca yang menjadi sasaran penulis, bukan kelompok orang yang bodoh.

Pandangan-pandangan A.A. Navis
Ia menyinggung tentang karya sastra yang baik. Yang terpenting bagi seorang sastrawan, menurutnya, karyanya awet atau tidak? Ada karya yang bagus, tapi seperti kereta api; lewat saja. Itu banyak dan di mana-mana terjadi. Ia sendiri mengaku menulis dengan satu visi. Ia bukan mencari ketenaran.
Dalam konteks ini, ia amat merisaukan pendidikan nasional saat ini. Dari SD sampai perguruan tinggi, orang hanya boleh menerima, tidak diajarkan mengemukakan pikiran. Anak-anak tidak diajarkan pandai menulis oleh karena menulis itu membuka pikiran. Anak-anak tidak diajarkan membaca karena membaca itu memberikan anak-anak perbandingan-perbandingan. Di perguruan tinggi orang tidak pandai membaca, orang tidak pandai menulis, jadi terjadi pembodohan terhadap generasi-generasi akibat dari kekuasaan.
Jadi, menurutnya, model pendidikan sastra atau mengarang di Indonesia sekarang merupakan strategi atau pembodohan, agar orang tidak kritis. Maka, ia berharap, strategi pembodohan ini harus dilawan, harus diperbaiki. "Tapi saya pikir itu kebodohan. Orang Indonesia tidak punya strategi. Strategi ekonomi Indonesia itu apa? Strategi politik orang Indonesia itu apa? Strategi pendidikan orang Indonesia itu apa? Strategi kebudayaan orang Indonesia itu apa? Mau dijadikan apa bangsa kita? Kita tidak punya strategi. Oleh karena itu kita ajak mereka supaya tidak bodoh lagi," katanya.
Maka, andai ia berkesempatan jadi menteri, ia akan memfungsikan sastra. "Sekarang sastra itu fungsinya apa?" tanyanya lirih. Pelajaran sastra adalah pelajaran orang berpikir kritis. Orang berpikir kritis dan orang memahami konsep-konsep hidup. Kita baca, karya mana saja yang baik, itu berarti menyuruh orang berpikir berbuat betul. Lalu karya-karya itu konsepnya yang jahat lawan yang buruk. Dalam karya sastra bisa terjadi yang jahat itu yang dimenangkan, tapi bukan artinya sastra memuja yang jahat. Ia melihat, perkembangan sastra di Indonesia sedang macet. Banyak karya-karya sastra di Indonesia menceritakan hal-hal orang-orang munafik. Diajarkan itu ke anak-anak tentang orang munafik di tengah masyarakat kita yang banyak munafik. Anak-anak kan jadi tajam. Oleh karena itu pemerintah tampaknya tidak mengajarkan sastra supaya orang tidak melihat orang-orang yang munafik, umpamanya.
Hal ini tak terlepas dari mental korup para elit bangsa ini. Maka andai ia diberi pilihan alat kekuasaan, atau menulis dan berbicara, yang dia pilih adalah kekuasaan. Untuk apa? Untuk menyikat semua koruptor. Walaupun ia sadar bahwa mungkin justeru ia yang orang pertama kali ditembak. Sebab, "semua orang tidak suka ada orang yang menyikat koruptor," katanya seperti pesimis tentang kekuatan pena untuk memberantas korupsi.
Perihal orang Minang, dirinya sendiri, keterlaluan kalau ada yang mengatakan orang Minang itu pelit. Yang benar, penuh perhitungan. Sangat tak tepat mengatakan orang Minang itu licik. Yang benar galia (galir), ibarat pepatah "tahimpik nak di ateh, takuruang nak di lua" (terhimpit maunya di atas, terkurung maunya di luar). Itulah A.A. Navis "Sang Kepala Pencemooh".

Karya tulis
  • Antologi Lengkap Cerpen A.A. Navis (2005)
  • Gerhana: novel (2004)
  • Bertanya Kerbau Pada Pedati: kumpulan cerpen (2002)
  • Cerita Rakyat dari Sumatra Barat 3 (2001)
  • Kabut Negeri si Dali: Kumpulan Cerpen (2001)
  • Dermaga Lima Sekoci (2000)
  • Jodoh: Kumpulan Cerpen (1999)
  • Yang Berjalan Sepanjang Jalan (1999)
  • Cerita Rakyat dari Sumatra Barat 2 (1998)
  • Filsafat dan Strategi Pendidikan M. Sjafei: Ruang Pendidik INS Kayutanam (1996)
  • Otobiografi A.A. Navis: Satiris dan Suara Kritis dari Daerah (1994)
  • Surat dan Kenangan Haji (1994)
  • Cerita Rakyat dari Sumatra Barat (1994)
  • Hujan Panas dan Kabut Musim: Kumpulan Cerita Pendek (1990)
  • Pasang Surut Pengusaha Pejuang: Otobiografi Hasjim Ning (1986)
  • Alam Terkembang Jadi Guru: Adat dan Kebudayaan Minangkabau (1984)
  • Di Lintasan Mendung (1983)
  • Dialektika Minangkabau (editor) (1983)
  • Dermaga dengan Empat Sekoci: Kumpulan Puisi (1975)
  • Saraswati: Si Gadis dalam Sunyi: sebuah novel (1970)
  • Kemarau (1967)
  • Bianglala: Kumpulan Cerita Pendek (1963)
  • Hudjan Panas (1963)
  • Robohnya Surau Kami (1955)

Sifat-sifat Manusia Indonesia

Mochtar Lubis menulis sebuah buku yang berjudul “Manusia Indonesia Sebuah Pertanggung Jawaban” yang kalau tidak salah ditulis tahun 70′an. Namun kalau ditelaah, setelah hampir 30 tahun, apakah sifat-sifat tersebut masih hinggap disebagian besar masyarakat Indonesia?  Satu-satunya sifat yang positif dari orang Indonesia, menurut Mochtar Lubis adalah sifatnya yang ’artistik’.
Inilah sifat-sifat manusia Indonesia yang ditulis oleh Mochtar Lubis dalam bukunya “Manusia Indonesia Sebuah Pertanggung Jawaban” 

1. Hipokritis alias munafik.
Berpura-pura, lain di muka - lain di belakang, merupakan sebuah ciri utama manusia Indonesia sudah sejak lama, sejak meraka dipaksa oleh kekuatan-kekuatan dari luar untuk menyembunyikan apa yang sebenarnya dirasakannya atau dipikirkannya ataupun yang sebenarnya dikehendakinya, karena takut akan mendapat ganjaran yang membawa bencana bagi dirinya.

2. Segan dan enggan bertanggung jawab atas perbuatannya, putusannya, kelakuannya, pikirannya, dan sebagainya.  
“Bukan saya’, adalah kalimat yang cukup populer di mulut manusia Indonesia. Atasan menggeser tanggung jawab tentang suatu kegagalan pada bawahannya, dan bawahannya menggesernya ke yang lebih bawah lagi, dan demikian seterusnya.

3. Berjiwa feodal.  
Meskipun salah satu tujuan revolusi kemerdekaan Indonesia ialah untuk juga membebaskan manusia Indonesia dari feodalisme, tetapi feodalisme dalam bentuk-bentuk baru makin berkembang dalam diri dan masyarakat manusia Indonesia. Sikap-sikap feodalisme ini dapat kita lihat dalam tatacara upacara resmi kenegaraan, dalam hubungan-hubungan organisasi kepegawaian (umpamanya jelas dicerminkan dalam susunan kepemimpinan organisasi-organisa si isteri pegawai-pegawai negeri dan angkatan bersenjata), dalam pencalonan isteri pembesar negeri dalam daftar pemilihan umum. Isteri Komandan, isteri menteri otomatis jadi ketua, bukan berdasar kecakapan dan bakat leadershipnya, atau pengetahuan dan pengalamannya atau perhatian dan pengabdiannya.

4. Masih percaya takhayul.
Dulu, dan sekarang juga, masih ada yang demikian, manusia Indonesia percaya bahwa batu, gunung, pantai, sungai, danau, karang, pohon, patung, bangunan, keris, pisau, pedang, itu punya kekuataan gaib, keramat, dan manusia harus mengatur hubungan khusus dengan ini semua. Kepercayaan serupa ini membawa manusia Indonesia jadi tukang bikin lambang. Kita percaya pada jimat dan jampe. Untuk mengusir hantu kita memasang sajen dan bunga di empat sudut halaman, dan untuk menghindarkan naas atau mengelakkan bala, kita membuat tujuh macam kembang di tengah simpang empat. Kita mengarang mantera. Dengan jimat dan mantera kita merasa yakin telah berbuat yang tegas untuk menjamin keselamatan dan kebahagiaan atau kesehatan kita.

5. Artistik. 
Karena sifatnya yang memasang roh, sukma, jiwa, tuah dan kekuasaan pada segala benda alam di sekelilingnya, maka manusia Indonesia dekat pada alam. Dia hidup lebih banyak dengan naluri, dengan perasaannya, dengan perasan-perasaan sensuilnya, dan semua ini mengembangkan daya artistik yang besar dalam dirinya yang dituangkan dalam segala rupa ciptaan artistik dan kerajinan yang sangat indah-indah, dan serbaneka macamnya, variasinyam warna-warninya.

6. Watak yang lemah. Karakter kurang kuat.
Manusia Indonesia kurang dapat mempertahankan atau memperjuangkan keyakinannya. Dia mudah, apalagi jika dipaksa, dan demi untuk ’survive’ bersedia mengubah keyakinannya. Makanya kita dapat melihat gejala pelacuran intelektuil amat mudah terjadi dengan manusia Indonesia.

7. Tidak hemat, dia bukan “economic animal”.
Malahan manusia Indonesia pandai mengeluarkan terlebih dahulu penghasilan yang belum diterimanya, atau yang akan diterimanya, atau yang tidak akan pernah diterimanya. Dia cenderung boros. Dia senang berpakaian bagus, memakai perhiasan, berpesta-pesta. Hari ini ciri manusia Indonesia menjelma dalam membangun rumah mewah, mobil mewah, pesta besar, hanya memakai barang buatan luar negeri, main golf, singkatnya segala apa yang serba mahal.

8. Lebih suka tidak bekerja keras, kecuali kalau terpaksa. 
Gejalanya hari ini adalah cara-cara banyak orang ingin segera menjadi “miliuner seketika”, seperti orang Amerika membuat instant tea, atau dengan mudah mendapat gelar sarjana sampai memalsukan atau membeli gelar sarjana, supaya segera dapat pangkat, dan dari kedudukan berpangkat cepat bisa menjadi kaya.

9. Manusia Indonesia kini tukang menggerutu tetapi menggerutunya tidak berani secara terbuka, hanya jika dia dalam rumahnya, atau antara kawan-kawannya yang sepaham atau sama perasaan dengan dia.

10. Cepat cemburu dan dengki terhadap orang lain yang dilihatnya lebih dari dia.

11. Manusia Indonesia juga dapat dikatakan manusia sok. 
Kalau sudah berkuasa mudah mabuk berkuasa. Kalau kaya lalu mabuk harta, jadi rakus.

12. Manusia Indonesia juga manusia tukang tiru.
Kepribadian kita sudah terlalu lemah. Kita tiru kulit-kulit luar yang memesonakan kita. Banyak yang jadi koboi cengeng jika koboi-koboian lagi mode, jadi hipi cengeng jika sedang musim hipi.